Rabu, 02 April 2008

Tugas KUP Angkatan 29

SOAL PEKERJAAN RUMAH
ANGKATAN 29

Materi : KUP, PP, PPSP
Hari / Tanggal : Selasa, 1 April 2008

1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wonocolo melakukan pemeriksaan pajak kepada Tuan Hartono yang tidak juga menyampaikan laporan SPT PPh-nya tahun 2007 walaupun sudah dikirimkan teguran, sehingga dari hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan SKP KB PPh tahun 2007 dengan perhitungan pokok pajak sebesar Rp 750.000.000,- dan sanksi administrasi = Rp. 250.000.000,-
a. Mengapa SKP KB tahun 2007 harus diterbitkan atas nama Tn. Hartono.
b. Berapa besarnya pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB tersebut.
Jawab:
Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP KB) tahun 2007 diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atas nama Tn. Hartono setelah melakukan pemeriksaan pajak kepada Tuan Hartono karena Tuan Hartono tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) yaitu untuk Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi tahun 2007 paling lambat tanggal 31 Maret 2008 dan setelah ditegur secara tertulis Tuan Hartono tetap tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
Besarnya pajak yang masih harus dibayar dalam SKP KB tersebut
Pajak Terutang = Rp 750.000.000,-
Kredit Pajak = Rp 250.000.000,- (-)
Kekurangan Pokok Pajak = Rp 500.000.000,-
Sanksi Administrasi (Kenaikan 50%) = Rp 250.000.000,- (+)
Pajak yang Masih Harus Dibayar = Rp 750.000.000,-
Catatan:
Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sanksi administrasi atas pelanggaran Pasal 13 ayat (1) huruf b berupa kenaikan sebesar 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak.

2. Dalam kebijaksanaan Pajak yang menerapkan sistem self assessment, Direktorat Jenderal Pajak salah satunya mempunyai tugas pengawasan.
a. Sebutkan bentuk pengawasan pajak tersebut.
b. Apa bentuk sanksinya bila dalam pengawasan tersebut ditemukan pelanggaran.
Jawab:
Bentuk pengawasan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:
· Melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
(Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan)
· Melakukan penelitian, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Sanksi bila dalam pengawasan tersebut ditemukan pelanggaran Wajib Pajak
· Sanksi admnistrasi
- Sanksi berupa bunga 2%
- Sanksi berupa denda administrasi
- Sanksi berupa kenaikan 50% atau 100%
· Sanksi pidana
- Kurungan
- Penjara
- Denda pidana

3. Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai kedudukan yang sangat kuat bukan sekedar laporan pertanggungjawaban Wajib Pajak saja, tetapi sudah bisa dianggap sebagai penetapan yang dibuat oleh WP sendiri. Jelaskan pembenaran pernyataan tersebut dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Jawab:
· Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang berbunyi: "Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.” Berdasarkan undang-undang ini Direktorat Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan atas semua Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak karena Surat Pemberitahuan sudah bisa dianggap sebagai penetapan yang dibuat oleh WP sendiri.
Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
· Sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang berbunyi: “Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Sehingga Wajib Pajak (WP) yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT), kepadanya tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak ataupun surat keputusan dari administrasi perpajakan.

4. PT Arta Tunggal mendapat persetujuan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya Gubeng untuk mengangsur utang pajaknya selama 6 (enam) kali mulai 20 April 2008. Namun ternyata KPP Gubeng telah menerbitkan Surat Paksa (SP) atas hutang pajak yang diijinkan mengangsur tersebut yang disampaikan oleh Jurusita Pajak Negara (JSPN) KPP Gubeng pada tanggal 25 Juni 2008 kepada PT Arta Tunggal.
a. Mengapa SP harus diterbitkan walau izin mengangsur telah diberikan
b. Apa alasan lain Kantor Pajak harus menerbitkan Surat Paksa (SP)
Jawab:
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) jo KMK Nomor 561/KMK.04/2000, Surat Paksa (SP) harus diterbitkan walau izin mengangsur telah diberikan kepada PT Arta Tunggal karena PT Arta Tunggal sebagai penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan Keputusan Persetujuan angsuran pembayaran, yaitu membayar angsuran mulai tanggal 20 April 2008.
Jadi karena PT Arta Tunggal sebagai penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran pembayaran pajak maka Surat Paksa tersebut dapat diterbitkan langsung tanpa Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.
Alasan lain Kantor Pajak harus menerbitkan Surat Paksa (SP)
a. PT Arta Tunggal sebagai penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis oleh KPP Surabaya Gubeng;
(Dasar hukum: Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) jo KMK Nomor 561/KMK.04/2000)
atau
b. Terhadap PT Arta Tunggal sebagai Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus oleh KPP Surabaya Gubeng.
(Dasar hukum: Pasal 8 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) jo KMK Nomor 561/KMK.04/2000)
5. Seorang Hakim Pengadilan Pajak bisa diberhentikan dengan hormat bahkan bisa ditangkap.
Jelaskan masing-masing alasannya:
Jawab:
Seorang hakim pengadilan pajak bisa diberhentikan dengan hormat karena:
· Atas permintaannya sendiri
(Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
· Sakit jasmani dan rohani terus-menerus, yaitu sakit yang menyebabkan penderitanya tidak mampu lagi melakukan tugasnya dengan baik.
(Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
· Telah berusia 65 tahun
(Pasal 13 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
· Tidak cakap dalam menjalankan tugas
(Pasal 13 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
· Tenaganya dibutuhkan negara untuk tugas lain
(Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
· Meninggal dunia
(Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
Seorang hakim pengadilan pajak bisa ditangkap karena:
· Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan.
(Pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
· Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(Pasal 20 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)

Tidak ada komentar: